Minggu, 27 April 2014

Cinta Dua Hati


Mungkin  kisah cinta yang telah lama terukir membuat kita makin yakin dengan pilihan hati kita karena suka dan duka telah banyak terlewatkan bersama. Tentu saja hal ini akan menjadikan kita lebih mantap dalam membina percintaan, dan bahkan sampai ke jenjang pernikahan. Ika namaku, saat ini aku tengah berkuliah di sebuah universitas di kota kecil bersama dengan kekasihku, Fakhri. Meski kami berbeda jurusan, kami tetap bisa meluangkan waktu bersama dan tetap menghadapi segala sesuatunya bersama.
Saat itu, universitas kami tengah membagikan hasil yudisium yang berimbas pada hasil Indeks Prestasi Kumulatif kami. Aku cukup puas dan senang dengan peningkatan hasil prestasi belajarku. Sementara Fakhri, nampak lesu dan kurang bersemangat dengan hasilnya yang standar, padahal dia sudah belajar begitu keras untuk memperoleh kenaikan nilai untuk Indeks Prestasinya. Memang jurusan tempat Fakhri berada, terkenal dengan sulitnya mendapat nilai baik. Dia begitu tercengang melihat nilaiku yang jauh lebih baik darinya dan sontak dia merasa minder dan emosional.
“Wah, bagus ya… ” tegur Fakhri dengan sinisnya.
“Makasih sayang. Kamu kenapa? Kok ga bersemangat gitu?” tanyaku perlahan.
“Gimana bisa semangat kalo aku lihat hasil IP-ku selalu aja kaya gini. Kamu enak cuma gitu-gitu aja. Mana ortuku tuh bawel amat. Tahu ndiri kan ayah kaya gimana.”
“Ya… aku tahu kok. Lagipula, kamu juga sudah berusaha lebih baik lagi. Semangat, untuk semester depan deh. Aku bakal selalu nyemangatin kamu dan nemenin kamu,” ucapku tetap menghadapinya dengan sabar.
Seketika dia makin emosi, apalagi mengingat keluarganya yang begitu bawel masalah kehidupannya. Dia tidak boleh pacaran dan semua hal yang ingin dia lakukan selalu dibatasi. Dia nampak tertekan dengan semua itu. Aku mengerti benar apa yang dia rasakan, karena aku sudah kenal betul dengan setiap anggota keluarganya. Tak jarang kami berselisih paham hanya karena masalah sepele.
Aku makin kalut ketika Fakhri makin kasar terhadapku. Akhir-akhir ini dia selalu saja membawa emosinya setiap kali kami bertemu. Kami bertengkar cukup hebat setibanya di kos ku. Entah apa yang kami permasalahkan, yang jelas aku juga sudah terlalu banyak bersabar dan tidak kuat lagi menahan sikap kasarnya terhadapku yang selalu labil dan mendadak itu. Memang beginilah hidup kami, terkadang kami bisa begitu bahagia saat bersama, tapi terkadang kami bisa begitu sangat menderita seketika.
Aku hanya bisa bersedih dengan semua itu. Meski air mataku menetes, tapi semua itu nampak tak berharga untuknya. Dia malah nampak semakin muak oleh tingkahku. Sore itu dia langsung pulang begitu saja, meninggalkanku di kos. Namun tiba-tiba saja handphone ku berbunyi.Ada satu pesan masuk yang benar-benar tidak kusangka.
Kamu dimana nie? Aku butuh bicara ma kamu. Tertulis Andra. Ya, dia teman lamasewaktu aku masih aktif di dunia keolahragaan. Kami sempat jadi atlet basket beberapa waktu lalu, dan aku juga sempat menyukainya namun dia sudah bersama dengan temanku yang lain. Otomatis aku hanya bisa memendam perasaanku saja kepadanya.
Kujawab saja pesan itu dan seketika dia membalasnya. Aku kesana deh. Mendadak dia muncul dengan sepeda kesukaannya. Dia menawariku pekerjaan dengan memberikan private kepada putri-putri tantenya. Masalah kendaraan pun dia bersedia membantu. Memang selama ini aku selalu membiayai kehidupanku dengan uang hasil jerih payahku sendiri, aku tak mau lagi merepotkan orang tuaku. Tanpa ragu aku terima tawarannya dan mulai sekarang setiap sore dia mengantarku untuk mengajari les ke tempat tantenya.
Hubungan kami kembali dekat seperti dulu. Saat itu, kebetulan aku bermain dirumahnya karena bosan dengan suasana kos yang sepi. Dia segera memutar musik kesukaannya dan kami mulai bercengkrama membahas hal-hal seputar kehidupan kami. Dan tanpa sadar aku menceritakan hubunganku dengan Fachri yang akhir-akhir ini makin goyah.
“Ada apa dengan Fakhri, Ka?”
“Dia makin kasar dan suka seenaknya sendiri. Aku ga kuat Ndra kalo kaya gitu terus. Dia makin hari makin emosional. Ya aku ngerti dengan kondisinya, aku juga udah berusaha ada untuknya. Tapi semua yang aku lakukan selalu aja malah bikin dia makin emosi. Aku capek kaya gini terus!” Sontak aku makin emosional dengan semua itu. Dia pun menatapku makin tajam.
Tiba-tiba saja, dia memelukku. Jantungku berhenti seketika dan otakku menjadi beku karenanya. Dia yang dulu sempat ada di hatiku, kini memelukku dan berada didekatku, ada untukku. Aku merasakan kehangatan yang lama tak kurasakan. Dan dia berhasil membuatku terdiam kaku untuk sesaat.
“Sabar ya, Ka… Jangan khawatir, ada aku disini. Aku akan ada disampingmu, jadi kamu ga usah sedih lagi,” ucapnya sambil dia membelai rambutku perlahan. Aku begitu nyaman merebahkan tubuhku pada pelukannya. Entah perasaan ini seakan tak ingin berhenti. Aku pun semakin menikmati suasana itu dan membalas pelukannya. Seketika aku merasa sangat tenang dan bahagia.
Kami makin akrab dan mesra. Dia pun seakan tak mempedulikan statusku yang sudah berpacaran dengan Fakhri. Sementara hubunganku dan Fakhri makin datar. Aku begitu bahagia dengan Andra dan dia pun sebaliknya. Dia begitu manis dan berbeda dengan Andra yang biasa ku kenal. Inikah sosok Andra yang penuh cinta?
Suatu saat Fakhri mengetahui hubungan kami yang makin akrab dan mesra. Kami nampak akrab dihadapannya. Saat itu kami sedang di kosku, dan tiba-tiba sosok Fakhri muncul. Awalnya dia kaget, namun lambat laun dia nampak biasa bahkan tersenyum. Karena Andra tahu dia sangat ingin berbicara padaku, seketika dia pulang dan Fakhri kini berdiri disampingku. Dia hanya tersenyum saja. Entah apa yang ada dalam pikirannya kini.
“Kamu… suka Andra ya?” tanyanya memulai pembicaraan.
“Iya… Dia ngerti aku. Maaf aku nglakuin ini semua. Aku ga tahan dengan semuanya dan entah kenapa dia bisa menjadi tempatku.”
“Gapapa, aku ngerti kok. Aku bisa ngalah, karna aku ya tau aku ga sepenuhnya baik buat kamu. Aku seneng, bisa lihat kamu senyum lagi kaya dulu,” ucapnya sambil mengusap lembut rambutku.
Aku sungguh menjadi gundah dengan semua ini. Ternyata dia mau mengalah demi kebahagiaanku. Bahkan dia sempat ingin mundur dan membiarkan aku bersama Andra. Aku benar-benar sungguh tidak bisa memutuskannya setelah semua yang kami lalui bersama.
Beberapa hari berlalu, hubungan kami bertiga makin tak karuan. Hingga akhirnya aku berada di ujung perasaanku dan memutuskan melangkah. Aku mengundang Andra untuk bicara, dan sekaligus meminta tolong dia untuk mengantarkanku kembali ke rumah.
“Emm.. Ndra aku mau ngomong.”
“Iya ngomong aja, aku siap ndengerin kok.”
“Em… maaf ya atas semua yang telah terjadi selama ini. Kamu memang manis, penuh perhatian, bahkan kamu udah bikin aku nyaman dan mendapatkan tempat tersendiri. Tapi maaf… aku ga bisa melepas Fakhri. Tidak untuk semua yang telah kami lalui bersama. Dia mungkin memang ikhlas ngeelihat aku ma kamu, tapi aku yakin dalam hati kecilnya dia juga pasti sedih dan menangis. Jadi… aku harap kamu mau nerima keputusanku ini.”
“Udah Cuma itu?”
“He’em… Cuma itu kok.”
“… Oke… Jadi, berangkat kerumahmu ga ini?”
“Hm? Ah… iya,” dia benar-benar sangat sabar dan kalem menerima semua itu.  Kami melaju penuh dengan kesunyian, tak seperti biasanya. Aku memeluknya lagi untuk yang terakhir. Masih tetap hangat, seperti dia yang biasanya. Tanpa terasa kami sampai dan saling berpandangan.
“Makasih ya…” ucapku sambil tersenyum padanya.
“Iya, aku berangkat dulu ya.”
“Ga mampir dulu?”
“Ga makasih. Aku udah ditunggu.”
Percakapan nampak semakin singkat. Namun aku yakin dalam hati kami masing-masing masih tetap ingin untuk berkata lebih lanjut. Kuharap, Andra bisa menemukan wanita yang lebih baik lagi daripada aku.
Di lain tempat
Andra melaju dengan kencang. Sementara dia nampak tersenyum saja dan berkata pada dirinya.
“Ika… ini adalah pengorbanan terakhirku terhadap cinta. Aku harap pilihan tepat yang kalian ambil bisa membawa kebahagiaan untuk kalian. Jangan sia-siakan pengorbanan perasaaan ini”

(Terinspirasi kisah seorang sahabat)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar