Mungkin kisah cinta yang telah lama
terukir membuat kita makin yakin dengan pilihan hati kita karena suka dan duka
telah banyak terlewatkan bersama. Tentu saja hal ini akan menjadikan kita lebih
mantap dalam membina percintaan, dan bahkan sampai ke jenjang pernikahan. Ika namaku,
saat ini aku tengah berkuliah di sebuah universitas di kota kecil
bersama dengan kekasihku, Fakhri. Meski kami berbeda jurusan, kami tetap bisa
meluangkan waktu bersama dan tetap menghadapi segala sesuatunya bersama.
Saat itu,
universitas kami tengah membagikan hasil yudisium yang berimbas pada hasil
Indeks Prestasi Kumulatif kami. Aku cukup puas dan senang dengan peningkatan
hasil prestasi belajarku. Sementara Fakhri, nampak lesu dan kurang bersemangat
dengan hasilnya yang standar, padahal dia sudah belajar begitu
keras untuk memperoleh kenaikan nilai untuk Indeks Prestasinya. Memang jurusan
tempat Fakhri berada, terkenal dengan sulitnya mendapat nilai baik. Dia begitu
tercengang melihat nilaiku yang jauh lebih baik darinya dan sontak dia merasa minder dan
emosional.
“Wah, bagus ya…
” tegur Fakhri dengan sinisnya.
“Makasih sayang.
Kamu kenapa? Kok ga bersemangat gitu?” tanyaku perlahan.
“Gimana bisa
semangat kalo aku lihat hasil IP-ku selalu aja kaya gini. Kamu enak cuma
gitu-gitu aja. Mana ortuku tuh bawel amat. Tahu ndiri kan ayah
kaya gimana.”
“Ya… aku tahu
kok. Lagipula, kamu juga sudah berusaha lebih baik lagi. Semangat, untuk semester depan
deh. Aku bakal selalu nyemangatin kamu dan nemenin kamu,” ucapku tetap
menghadapinya dengan sabar.
Seketika dia
makin emosi, apalagi mengingat keluarganya yang begitu bawel masalah
kehidupannya. Dia tidak boleh pacaran dan semua hal yang ingin dia lakukan
selalu dibatasi. Dia nampak tertekan dengan semua itu. Aku mengerti benar apa
yang dia rasakan, karena aku sudah kenal betul dengan setiap anggota
keluarganya. Tak jarang kami berselisih paham hanya karena masalah sepele.
Aku makin
kalut ketika Fakhri makin kasar terhadapku. Akhir-akhir ini dia
selalu saja membawa emosinya setiap kali kami bertemu. Kami bertengkar cukup
hebat setibanya di kos ku. Entah apa yang kami permasalahkan, yang jelas aku
juga sudah terlalu banyak bersabar dan tidak kuat lagi menahan sikap kasarnya
terhadapku yang selalu labil dan mendadak itu. Memang beginilah hidup kami,
terkadang kami bisa begitu bahagia saat bersama, tapi terkadang kami bisa
begitu sangat menderita seketika.
Aku hanya
bisa bersedih dengan semua itu. Meski air mataku menetes, tapi
semua itu nampak tak berharga untuknya. Dia malah nampak semakin muak oleh
tingkahku. Sore itu dia langsung pulang begitu saja, meninggalkanku di kos.
Namun tiba-tiba saja handphone ku berbunyi.Ada satu pesan masuk yang
benar-benar tidak kusangka.
Kamu
dimana nie? Aku butuh bicara ma kamu. Tertulis Andra. Ya, dia teman lamasewaktu aku
masih aktif di dunia keolahragaan. Kami sempat jadi atlet basket beberapa waktu
lalu, dan aku juga sempat menyukainya namun dia sudah bersama dengan temanku
yang lain. Otomatis aku hanya bisa memendam perasaanku saja kepadanya.
Kujawab saja
pesan itu dan seketika dia membalasnya. Aku kesana deh. Mendadak
dia muncul dengan sepeda kesukaannya. Dia menawariku pekerjaan dengan
memberikan private kepada putri-putri tantenya. Masalah kendaraan pun dia
bersedia membantu. Memang selama ini aku selalu membiayai kehidupanku dengan
uang hasil jerih payahku sendiri, aku tak mau lagi merepotkan orang tuaku.
Tanpa ragu aku terima tawarannya dan mulai sekarang setiap sore dia mengantarku
untuk mengajari les ke tempat tantenya.
Hubungan kami
kembali dekat seperti dulu. Saat itu, kebetulan aku bermain dirumahnya karena
bosan dengan suasana kos yang sepi. Dia segera memutar musik kesukaannya dan
kami mulai bercengkrama membahas hal-hal seputar kehidupan kami. Dan tanpa
sadar aku menceritakan hubunganku dengan Fachri yang akhir-akhir ini makin
goyah.
“Ada apa
dengan Fakhri, Ka?”
“Dia makin
kasar dan suka seenaknya sendiri. Aku ga kuat Ndra kalo kaya gitu terus. Dia
makin hari makin emosional. Ya aku ngerti dengan kondisinya, aku juga udah
berusaha ada untuknya. Tapi semua yang aku lakukan selalu aja malah bikin dia
makin emosi. Aku capek kaya gini terus!” Sontak aku makin emosional dengan
semua itu. Dia pun menatapku makin tajam.
Tiba-tiba
saja, dia memelukku. Jantungku berhenti seketika dan otakku menjadi beku
karenanya. Dia yang dulu sempat ada di hatiku, kini memelukku dan berada
didekatku, ada untukku. Aku merasakan kehangatan yang lama tak kurasakan. Dan
dia berhasil membuatku terdiam kaku untuk sesaat.
“Sabar ya,
Ka… Jangan khawatir, ada aku disini. Aku akan ada disampingmu, jadi kamu ga
usah sedih lagi,” ucapnya sambil dia membelai rambutku perlahan. Aku begitu
nyaman merebahkan tubuhku pada pelukannya. Entah perasaan ini seakan tak ingin
berhenti. Aku pun semakin menikmati suasana itu dan membalas pelukannya.
Seketika aku merasa sangat tenang dan bahagia.
Kami makin
akrab dan mesra. Dia pun seakan tak mempedulikan statusku yang sudah berpacaran
dengan Fakhri. Sementara hubunganku dan Fakhri makin datar. Aku begitu bahagia
dengan Andra dan dia pun sebaliknya. Dia begitu manis dan berbeda dengan Andra
yang biasa ku kenal. Inikah sosok Andra yang penuh cinta?
Suatu saat
Fakhri mengetahui hubungan kami yang makin akrab dan mesra. Kami nampak akrab
dihadapannya. Saat itu kami sedang di kosku, dan tiba-tiba sosok Fakhri muncul.
Awalnya dia kaget, namun lambat laun dia nampak biasa bahkan tersenyum. Karena
Andra tahu dia sangat ingin berbicara padaku, seketika dia pulang dan Fakhri
kini berdiri disampingku. Dia hanya tersenyum saja. Entah apa yang ada dalam
pikirannya kini.
“Kamu… suka
Andra ya?” tanyanya memulai pembicaraan.
“Iya… Dia
ngerti aku. Maaf aku nglakuin ini semua. Aku ga tahan dengan semuanya dan entah
kenapa dia bisa menjadi tempatku.”
“Gapapa, aku
ngerti kok. Aku bisa ngalah, karna aku ya tau aku ga sepenuhnya baik buat kamu.
Aku seneng, bisa lihat kamu senyum lagi kaya dulu,” ucapnya sambil mengusap
lembut rambutku.
Aku sungguh
menjadi gundah dengan semua ini. Ternyata dia mau mengalah demi kebahagiaanku.
Bahkan dia sempat ingin mundur dan membiarkan aku bersama Andra. Aku
benar-benar sungguh tidak bisa memutuskannya setelah semua yang kami lalui
bersama.
Beberapa hari
berlalu, hubungan kami bertiga makin tak karuan. Hingga akhirnya aku berada di
ujung perasaanku dan memutuskan melangkah. Aku mengundang Andra untuk bicara,
dan sekaligus meminta tolong dia untuk mengantarkanku kembali ke rumah.
“Emm.. Ndra
aku mau ngomong.”
“Iya ngomong
aja, aku siap ndengerin kok.”
“Em… maaf ya
atas semua yang telah terjadi selama ini. Kamu memang manis, penuh perhatian,
bahkan kamu udah bikin aku nyaman dan mendapatkan tempat tersendiri. Tapi maaf…
aku ga bisa melepas Fakhri. Tidak untuk semua yang telah kami lalui bersama.
Dia mungkin memang ikhlas ngeelihat aku ma kamu, tapi aku yakin dalam hati
kecilnya dia juga pasti sedih dan menangis. Jadi… aku harap kamu mau nerima
keputusanku ini.”
“Udah Cuma
itu?”
“He’em… Cuma
itu kok.”
“… Oke… Jadi,
berangkat kerumahmu ga ini?”
“Hm? Ah…
iya,” dia benar-benar sangat sabar dan kalem menerima semua itu. Kami
melaju penuh dengan kesunyian, tak seperti biasanya. Aku memeluknya lagi untuk
yang terakhir. Masih tetap hangat, seperti dia yang biasanya. Tanpa terasa kami
sampai dan saling berpandangan.
“Makasih ya…”
ucapku sambil tersenyum padanya.
“Iya, aku
berangkat dulu ya.”
“Ga mampir
dulu?”
“Ga makasih.
Aku udah ditunggu.”
Percakapan nampak
semakin singkat. Namun aku yakin dalam hati kami masing-masing masih tetap
ingin untuk berkata lebih lanjut. Kuharap, Andra bisa menemukan wanita yang
lebih baik lagi daripada aku.
Di lain
tempat
Andra melaju
dengan kencang. Sementara dia nampak tersenyum saja dan berkata pada dirinya.
“Ika… ini
adalah pengorbanan terakhirku terhadap cinta. Aku harap pilihan tepat yang
kalian ambil bisa membawa kebahagiaan untuk kalian. Jangan sia-siakan
pengorbanan perasaaan ini”
(Terinspirasi
kisah seorang sahabat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar